Perkawinan Lintas Agama Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

Interfaith Marriage Perspective of Islamic Law and Positive Law

  • Stelvia Wemly Noya Universitas Pattimura
  • Hamzah Mardiansyah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu
  • Budi Srianto UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu
  • Kalijunjung Hasibuan Institut Agama Islam Padang Lawas
  • Muhammadong Universitas Negeri Makassar
Keywords: Perkawinan Lintas Agama, Hukum Islam, Hukum Positif

Abstract

Perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila terjadi perkawinan lintas agama, maka Perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak laki-laki dengan perempuan baik dalam pandangan hukum islam tidaklah sah dan tidak dibolehkan sebagaiamana dalam Q.S. Al Baqarah ayat 221). Kemudian dalam Pasal 40 huruf c KHI menegaskan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam. Begitu pula ditegaskan dalam Pasal 44 KHI bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang dikeluarkan pada tanggal 1 Juni 1980. Selain itu, Fatwa MUI 4/2005 juga menegaskan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Sedangkan menurut hukum positif, perkawinan lintas agama juga dilarang sebagaimana Undang-Undang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Di samping itu ketentuan Pasal 8 (f), bahwa Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang berlaku, dilarang kawin. Bahkan dengan diterbitkan SE Ketua MA 2/2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan, maka pernikahan beda agama adalah tidak dapat dicatatkan karena jika diajukan ke pengadilan, hakim tidak dapat dikabulkan permohonan pencatatan perkawinannya.

References

Abdul Jalil, Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia, Andragogi Jurnal Diklat Teknis, Volume: VI No. 2 Juli – Desember 2018

Dwiyana Achmad Hartanto, Perkawinan Lintas Agama Perspektif Hukum Positif dan Hukum Agama di Indonesia, YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, Volume 10, Nomor 2, Desember 2019

KH. Ahmad Azhar Basyir. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press.

M. Idris Ramulyo. 1990. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: IND–HILL–CO.

Moh. Idris Ramulyo. 2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Neng Yani Nurhayani. 2015, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung.

Suhadi. 2006. Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Titik Triwulan Tutik. 2006, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Presentasi Pustaka, Jakarta.

Zuhdi, Masjfuk, 1997, Masail Fikihiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung, Cet.ke-10.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Published
2024-05-16
Section
Artikel Penelitian

Most read articles by the same author(s)

1 2 > >>